Kamis, 25 Maret 2010

DPM Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya dan sekelumit masalah yang ada

Fungsi dan kinerja DPM FP-UB belumlah sejalan. Secara umum, DPM FP-UB didirikan dengan gambaran sama seperti DPR atau MPR di tataran pemerintahan. Seharusnya kinerja DPM FP-UB haruslah mengamanahkan aspirasi Mahasiswa Fakultas Pertanian, yang kemudian di tindak lanjuti oleh tataran yang seharusnya mewenangi. Akan tetapi, bukti riil dilapang tak membuktikan hal sama. Kebinggungan akan program kerja yang tidaklah jelas, membuat pihak-pihak yang berkecimpung didalamnya tidaklah pasti dalam menjalankan tugasnya. Permasalahan yang muncul dari tahun-tahun sebelumnya tidaklah terselesaikan dengan pasti. Bahkan dirasa teracuhkan begitu saja, saya ambil sebuah contoh, kejelasan mengenai lingkup Agroekoteknologi dan Agribisnis di tataran Lembaga Kedaulatan Mahasiswa. Permasalahan yang mencuat diawal tahun 2007 ini belumlah terjawab secara pasti, sedangkan mahasiwa Agroekoteknologi pioner masih dalam kebinggungan mengenai kejelasan keanggotaan mereka. Bagaimana menggambarkan dan menyalurkan aspirasi mereka. Dikepalai oleh 3 himpunan mahasiswa jurusan bukanlah hal yang mudah, karena Agroekoteknologi memiliki 3 keprofesian yang tergabung menjadi satu. Sedangkan HMJ, memiliki spesifikasi pada keprofesian masing-masing jurusan. Sehingga secara tidak langsung Agroekoteknologi harus membuang 2 keprofesian lain untuk hanya dapat belajar keorganisasian. Walau peminatan masih berjalan di semester ke 5. Seharusnya DPM harus berperan aktif untuk menentukan jalan yang terbaik bagi Agroekoteknologi.



SEBUAH DILEMA ATAU SEBUAH RASA ACUH


Awal terbentuk struktural, DPM FP-UB begitu terlihat dengan kesibukan yang ada. Lalu, berjalan beberapa saat hilang tanpa ada kejelasan yang pasti. Harus bagaimana dan seperti apa DPM FP-UB merelisasikan tugas dan fungsinya tersebut. Jikalau memang sebagai pengawas, apa yang seharusnya diawasi? Dan, jikalau sebagai wadah aspirasi, mengapa tidak ada realisasi yang pasti? Wacana ini pernah ditulis oleh pers FP-UB dalam majalah CANOPY, akan tetapi tidak adanya tanggapan yang pasti mengenai hal ini. Membuat lembaga tertinggi di lingkup LKM FP-UB ini konstan dari tahun ke tahun. Dilihat dari aspek sosial, seorang yang menjabat sebagai pengurus DPM tidaklah hanya berasal dari satu himpunan jurusan saja. Sehingga informasi yang didapat tidaklah sulit. Informasi-informasi yang muncul dari mahasiswa dapat dikaji ulang untuk mendapatkan titik terang. Secara singkat masa jabatan dan terbatasnya SDM, dijadikan salah satu alasan. Lalu apakah tidak ada pelimpahan yang jelas dari kepengurusan yang lama ke dalam kepengurusan yang baru? Mungkin jawabnya tidak ada, setelah melihat apa yang terjadi. Kemudian bagaimana paradigma ini harus ditanggapi lebih lanjut oleh aktivis LKM FB-UB? Semuanya tergantung bagaimana kejelasan dan keberhasilan dari generasi sebelumnya mengajarkan ke generasi muda. Apakah semua ini hanyalah dilema atau sebuah rasa acuh, peran aktif MaPerta-lah yang dapat dijadikan sebuah tolok ukur. (munte)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar